Sunday, March 8, 2015

Pendidikan Kewarganegaraan (Pelanggaran HAM) - Gadis Dipukuli dengan Batu dan Dicambuk oleh Ibu Tirinya

Artikel

Liputan6.com, Simalungun - Natalia Kristina Panjaitan, warga Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara menjadi korban kekejaman ibu tirinya. 




Seperti ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, Kamis (5/2/2015), sekujur tubuh dan wajah  gadis berusia 26 tahun ini dipenuhi dengan luka memar dan seperti terkena pukulan.

Penderitaan yang ditanggungnya ini terjadi sejak ibu kandungnya meninggal dunia. Kehidupan Kristina berubah menjadi neraka kala sang ayah menikah lagi dengan Satiana Siahaan yang menjadi ibu tirinya. Sejak itulah siksaan demi siksaan terus ditanggung Kristina.

4 tahun tinggal bersama sang ibu tiri di Perumnas Mandala Medan, Kristina kerap mendapat siksaan. Mulai dipukul dengan gilingan batu, dicambuk hingga kerap digigit sang ibu tiri dengan alasan yang tidak jelas.

Anak pertama dari 3 bersaudara ini juga kerap diikat di kamar mandi dan tak diberi makan. Setiap kali meminta makanan, bukan makanan yang datang melainkan siksaan demi siksaan. Bahkan ia pernah dimasukkan ke sumur saat meminta makan.

"Kita nggak punya salah kok dipukulin. Dipukulin pakai apa de? Pake batu," ucap Kristina.

Beruntung keluarga ibu kandung Kristina yang tinggal di Sidamanik, Kabupaten Simalungun, mendengar kabar penyiksaan sadis itu dan  langsung menampung dan merawat Kristina.

Pihak keluarga rencananya akan melaporkan penyiksaan ini ke Polda Sumatera Utara. (Mar/Yus)


sumber: Liputan6.com

Analisa: 

Pada artikel ini kita lihat Kristina mengalami penyiksaan olelh ibu tirinya pada hidupnya setelah ibu kandungnya meninggal. Hak Asasi Manusia (HAM) dari Kristina untuk hidup tenang, bahagia, mendapat pengajaran dari ibu tirinya sebagai pengganti ibu kandungnya telah hilang. Yang ada hanya penyiksaan (yang kita lihat dari artikel di atas) yang memang sangat tragis. Dipukul dengan gilingan batu, dicambuk, digigit, dimasukan ke dalam sumur. hal tersebut sudah masuk kedalam pencabutan HAM Kristina sebagai anak.

Didalam artikel tersebut tertulis:
"Kita nggak punya salah kok dipukulin. Dipukulin pakai apa de? Pake batu," ucap Kristina. 
Kita memang tidak tahu hal yang terjadi sebenarnya, ataukah Kristina memang melakukan kesalahan sehingga dihukum, atau memang tidak melakukan kesalahan apa apa tetapi selalu disiksa. Jika Kristina melakukan kesalahan, ia memang wajar jika dihukum oleh ibu tirinya tersebut. Dihukum agar merasa jera, dan tidak akan mengulang kesalahannya. Yang memang itu  adalah mendidik anak agar menjadi lebih baik. Tetapi, hukuman seperti itu tidaklah baik. Hukuman seperti itu akan membuat dampak anak sakit, baik secara fisik, maupun sakit secara mental yang akan mengganggu psikologis sang anak. Yang nantinya sang anak akan selalu merasa takut melakukan apapun. Tidak hanya takut akan melakukan kesalahan, ia akan takut kepada semua orang, bahkan orangtuanya. 

Tetapi, kalau memang Kristina tidak mempunyai salah apapun dalam kehidupannya dan kerap selalu disiksa oleh ibu tirinya, ini memang sudah melanggar HAM dan tentunya si ibu tiri tersebut harus di hukum karena telah melanggar Pasal 13 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) yang menyatakan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a.       diskriminasi;
b.       eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c.       penelantaran;
d.       kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e.       ketidakadilan; dan
f.        perlakuan salah lainnya.

Kesimpulan:
Penganiayaan pada anak tiri maupun anak kandung memang merupakan pelanggaran HAM yang sering terdengar di telinga kita, seperti berita di atas. Pelajaran yang dapat kita ambil dari berita di atas, sebagai orang tua seharusnya melindungi dan melakukan anaknya sebagaimana mestinya orang tua yang baik, tidak menyiksa fisik anak yang dapat merusak fisik, bahkan mental anak. Bukan jera pada kesalahan anak agar tidak melakukan kesalahannya lagi, yang ada hanya gangguan psikologis sang anak yang didapat.