Pengertian Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area yang memanjang
berbentuk jalur dan atau area mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja di tanam. Dalam Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang
menyebutkan bahwa 30% wilayah kota harus berupa RTH yang terdiri dari 20%
publik dan 10% privat. RTH publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh
pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat
secara umum. Contoh RTH Publik adalah taman kota, hutan kota, sabuk hijau
(green belt), RTH di sekitar sungai, pemakaman, dan rel kereta api. Sedangkan
RTH Privat adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang
pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman
rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
Penyediaan RTH memliki tujuan sebagai berikut :
- Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air,
- Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.
- Meningkatakan keserasian lingkunagn perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.
RTH yang telah ada baik secara alami ataupun buatan
diharapkan dapat menjalankan empat (4) fungsi sebagai berikut :
- Fungsi ekologis antara lain : paru-paru kota, pengatur iklim mikro, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitas satwa, penyerap polutan dalam udara, air dan tanah, serta penahan angin.
- Fungsi sosial budaya antara lain : menggambarkkan ekspresi budaya lokal, media komunikasi, dan tempat rekreasi warga.
- Fungsi ekonomi antara lain : sumber produk yang bisa dijual seperti tanaman bunga, buah, daun, dan sayur mayur. Beberapa juga berfungsi sebagai bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan, dan lain-lain.
- Fungsi estetika antara lain meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik skala mikro (halaman rumah/lingkungan pemukiman), maupun makro (lansekap kota secara keseluruhan); menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun.
Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat
dikombinasikan sesuai kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti
perlindungan tata air, keseimbangan ekologis. dan konservasi hayati.
Manfaat
RTH berdasarkan fungsinya dibagi dalam kategori sebagai berikut :
- Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible)
Yaitu membentuk
keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan
untuk dijual (kayu, daun, bunga, dan buah).
- Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible).
Yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan
kelangsungan persediaan air tanah, dan pelestarian fungsi lingkungan beserta
segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati dan keanekaragaman
hayati)
Kota - Kota yang Mulai Menerapkan RTH < 30%
1. Kota Bandung
Saat ini, pemerintah setiap kota termasuk Kota Bandung diharuskan untuk meningkatkan luasan RTHnya hingga mencapai 30 % dari total luas wilayah seperti yang disebutkan dalam Undang- Undang Nomor 26 tentang Penataan Ruang (UU No. 26/2007) yang mengharuskan kota/kabupaten memiliki RTH seluas 30 persen di wilayahnya yang mencakup 20 % RTH publik dan 10 % RTH privat. Dalam Master Plan Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung 2012-2032 disebutkan bahwa total luas ruang terbuka hijau (RTH) eksisting Kota Bandung pada tahun 2011 adalah, 1.910,49 hektar (ha), 11,43 % dari luas kota. Dari luas total tersebut, luas RTH publik sebesar 1.018,54 hektar (ha) atau 6,1 % dan RTH privat 891,95 hektar (ha) atau 5,33 %. Jumlah tersebut tidak lepas dari ancaman pengurangan setiap tahunnya akibat alih fungsi RTH menjadi area terbangun untuk mendukung aktivitas masyarakat, sebagai konsekuensi dari pertambahan jumlah penduduk kota Bandung. Kebutuhan masyarakat akan perumahan, kantor, pertokoan dan fasilitas bangunan lainnya menyebabkan perubahan tersebut tidak dapat dihindari. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah kota Bandung dalam melakukan pengembangan RTH di Kota Bandung.
Terkait
dengan peningkatan luasan RTH, pemerintah Kota Bandung telah memuat rencana ini
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung 2011-2031 seperti yang
diuraikan pada Tabel 1. Rencana penambahan RTH dari 1.910, 49 ha menjadi
5.104,14 ha akan diwujudkan melalui pemanfaatan kawasan yang potensial
dijadikan RTH. Lahan potensial yang dimaksud meliputi kawasan terbangun dan
tidak terbangun dengan luas area mencapai 16.803,61 ha. Dibutuhkan kerja sama
dan partisipasi dari semua elemen masyarakat untuk mendukung rencana pemerintah
ini mengingat pengembangan RTH merupakan hal penting akan tetapi rawan konflik
mengingat kepemilikan dan pengelolaannya yang tersebar pada ranah publik dan
privat.
2. Kota Banda Aceh
Ruang
terbuka hijau (RTH) adalah salah satu elemen terpenting kota hijau. Ruang
terbuka hijau berguna dalam mengurangi polusi, menambah estetika kota, serta
menciptakan iklim mikro yang nyaman. Hal ini dapat diciptakan dengan perluasan
lahan taman, koridor hijau dan lain-lain.
Dalam
kota yang dibangun dengan kebijakan pembangunan yang economic-driven,
open space sering dianggap sebagai elemen yang tidak terlalu penting karena
nilainya dianggap tidak terlalu profitable. Namun, bagi kota yang telah
memilih pembangunan berkelanjutan, open space justru menempati posisi yang
sangat penting.
Persaingan
kota-kota dunia di milenium ini tidak hanya tentang kekuatan ekonomi, namun
telah bergeser dalam persaingan quality of life, sebuah kualitas kota
yang diukur secara komprehensif dari sisi ekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk
mencapai standar quality of life ini, open space memegang peranan sangat
penting. dalam ekonomi, perusahaan-perusahaan besar sekarang telah melihat
faktor quality of life sebuah kota sebagai bagian penting dari faktor
penentu kebijakan investasi. Selain itu, quality of life yang tinggi juga
mengundang warga kelas atas untuk berdatangan bahkan tinggal di sebuah kota.
Faktor quality of life juga sangat menentukan bagi industri dan bisnis
yang berbasis jasa dan inovasi, seperti bisnis hotel dan bisnis berbasis
informasi dan teknologi. Oleh karena itu, visi green city pada dasarnya juga
sejalan dengan visi cyber city kota Banda Aceh. dalam hal sosial, green open
space yang atraktif adalah public sphere yang menarik untuk tempat
pertemuan dan interaksi sosial. oleh karena itu, keberadaan green open space
yang mencukupi dapat berperan signifikan dalam menghidupkan kehidupan sosial
warga. Oleh karena itu, ia sejalan dengan visi sosial islam dan Aceh yang
menghendaki kehidupan sosial yang berbasis kekeluargaan dan persaudaraan untuk
membangun “ummah” yang kokoh. Dari sisi lingkungan, green open space
berperan dalam mengurangi polusi, menciptakan iklim mikro yang nyaman,
meningkatkan keindahan kota dan lain-lain.
Mengingat
pentingnya peranan ruang terbuka hijau dalam visi green city, Pemko
Banda Aceh telah melahirkan Qanun No. 4 Tahun 2009 tentang RTRW Kota Banda Aceh
2009-2029. Dalam qanun ini, ditetapkan bahwa pengembangan ruang terbuka hijau
(RTH) meliputi taman kota, hutan kota, jalur hijau jalan, sabuk hijau, RTH
pengaman sungai dan pantai atau RTH tepi air. Pengaturan ruang terbuka hijau
(RTH) di Kota Banda Aceh disebar pada setiap desa/gampong (90 gampong).
Jumlah
RTH hingga tahun 2011 meliputi taman kota tersebar pada 40 gampong dan hutan
kota tersebar pada 19 gampong. Target pencapaian RTH gampong setiap 5 tahun
sebanyak 12 taman kota dan 18 hutan kota sehingga pada tahun 2029 pemanfaatan
ruang terbuka hijau telah tersebar merata di seluruh gampong di Kota Banda
Aceh.
Sesuai
dengan RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029, pemerintah Kota Banda Aceh
menargetkan RTH publik sebesar 20,52%. Hingga tahun 2011 ini luas RTH (ruang
terbuka hijau) yang dimiliki oleh Pemerintah Kota adalah sebesar ± 12,0%. Untuk
mencapai target 20,52% tersebut, Pemerintah Kota terus berupaya
mengimplemetasikan berbagai kebijakan dan program perluasan ruang terbuka
hijau.
Untuk
RTH privat, kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh sudah menerapkan RTH seluas 30
– 40% dari setiap persil bangunan, dimana angka persentase luasan RTH ini sudah
melebihi target yang ditetapkan dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang yaitu 10%. RTH yang dikembangkan di Banda Aceh meliputi sempadan sungai,
sempadan pantai, sepanjang jaringan jalan, pemakaman, taman kota yang tersebar
pada setiap kecamatan, dan hutan kota.
Pada
kawasan pesisir pantai, RTH berfungsi sebagai penyangga bagi daerah sekitarnya
dan penyangga antara kawasan pesisir dengan kawasan terbangun juga berfungsi
mereduksi gelombang pasang dan meminimalkan gelombang tsunami. Oleh karena itu,
bagi Kota Banda Aceh, RTH di sepanjang pesisir pantai juga merupakan bagian
tidak terpisahkan dari strategi mitigasi bencana. Selain itu, ia juga berperan
untuk mengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi, serta memelihara
kesuburan tanah. Sementara itu, RTH di dalam kota seperti RTH di sempadan
sungai dan di sepanjang jalan berfungsi peneduh/penyejuk, penetralisasi udara,
dan keindahan dan menjaga keseimbangan iklim mikro. Untuk mendukung keberadaan
RTH dan menjaga keseimbangan iklim mikro, Kota Banda Aceh juga didukung oleh
beberapa kawasan tambak, tandon, kawasan bakau dan tujuh aliran sungai yang berfungsi
sebagai daerah tangkapan air (catchment area), kegiatan perikanan, dan
sebagainya.
Selain
itu, Kota Banda Aceh juga melakukan peningkatan/revitalisasi hutan dan taman
Kota. Juga dilakukan pemeliharaan berkala terhadap 74 taman, 10 areal
perkuburan, taman pembibitan (7.12 Ha), dan hutan kota (6 Ha) yang ada di Kota
Banda Aceh.
No comments:
Post a Comment