Pengertian Rusun, Rusunami, dan Rusunawa
Rusun adalah singkatan dari rumah susun. Rumah susun sering
kali dikonotasikan sebagai apartemen versi sederhana, walupun sebenarnya
apartemen bertingkat sendiri bisa dikategorikan sebagai rumah susun. Rusun
dibangun sebagai jawaban atas terbatasnya lahan untuk pemukiman di daerah
perkotaan.
Rumah susun merupakan kategori rumah resmi pemerintah
Indonesia untuk tipe hunian bertingkat seperti apartemen, kondominium, flat, dan
lain-lain. Pada perkembangannya istilah rumah susun digunakan secara umum untuk
menggambarkan hunian bertingkat kelas bawah, yang artinya berbeda dengan
apartemen. Ada dua jenis rusun, yaitu rusunami dan rusunawa.
Rusunami merupakan akronim dari Rumah Susun Sederhana Milik.
Penambahan kata "sederhana" setelah rusun bisa berakibat negatif,
karena pada pikiran masyarakat awam rusun yang ada sudah sangat sederhana.
Namun kenyataannya rusunami yang merupakan program perumahan yang digalakkan
pemerintah ini, merupakan rusun bertingkat tinggi yaitu rusun dengan jumlah
lantai lebih dari 8. Secara fisik, tampilan luarnya mirip dengan apartemen.
Kata “milik” yang ditambahkan di belakangnya berarti pengguna tangan pertama
adalah pembeli yang membeli secara langsung dari pengembangnya. Istilah lain
yang sering diusung oleh para pengembang untuk rusunami adalah “apartemen
bersubsidi”. Para pengembang umumnya lebih senang menggunakan istilah
“apartemen” daripada “rusun” karena konotasi negatif yang melekat pada istilah
“rusun”. Sedangkan penambahan kata “bersubsidi” disebabkan karena pemerintah
memberikan subsidi bagi pembeli rusunami. Namun hanya pembeli yang memenuhi
syarat saja yang berhak diberi subsidi. Warga masyarakat yang tidak memenuhi
syarat tetap dapat membeli rusunami, namun tidak berhak atas subsidi.
Hampir sama dengan Rusunami, Rusunawa adalah Rumah Susun
Sederhana Sewa. Rusunawa umumnya memiliki tampilan yang kurang lebih sama
dengan rusunami, namun bedanya penggunanya harus menyewa dari pengembangnya.
Kelebihan
dan Kekurangan Rusunami, Rusunawa
Dengan mempertimbangakan fakta sempitnya lahan perkotaan
untuk tempat tinggal dan nilai ekonomis lahan yang sangat tinggi karena harus
bersaing dengan kepentingan bisnis, maka alternatif rumah susun di wilayah
perkotaan merupakan solusi yang tepat. Namun masih perlu dicermati mana yang
lebih sesuai untuk diimplementasikan oleh Pemerintah, apakah rumah susun milik
(rusunami) ataukah rumah susun sewa (rusunawa). Kedua model rumah susun ini
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya.
Kehadiran rusunami di perkotaan bisa menjawab kebutuhan
tempat tinggal bagi masyarakat yang menganut paradigma konvensional yaitu
bertempat tinggal berarti menempati rumah milik sendiri. Namun rusunami
memiliki beberapa kelemahan. Dari segi harganya pasti relatif lebih mahal
sehingga jangkauan pasarnya relatif juga terbatas. Kecuali apabila kebijakan
subsidi pemerintah diterapkan maka pangsa pasar menjadi lebih luas sehingga
golongan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dapat menjangkaunya.
Disamping itu rusunami juga memiliki kelemahan teknis ,
yaitu dari aspek maintainace sustainability atau keberlanjutan pemeliharaan
bangunan. Setelah dipergunakan terus menerus selama sepuluh tahun pada umumnya
secara teknis bangunan bertingkat akan bermasalah sistem utilitasnya, apabila
faktor pemeliharaannya tidak diperhatikan sejak awal. Gejala ini telah tampak
dengan nyata pada banyak rusunami untuk MBR yang di bangun Perumnas pada
beberapa kota besar. Keadaan ini seringkali diakibatkan oleh tidak sepakatnya
para penghuni/pemilik bangunan atas besarnya nilai biaya untuk pemeliharaan
sistem utilitas maupun struktur bangunannya. Hingga saat ini pemerintah belum
bisa memikirkan cara-cara yang tepat untuk meningkatkan kualitas rusunami serta
lingkungannya yang mulai berkembang menjadi kawasan kumuh. Kendala ini justru
disebabkan oleh status rumah susun itu yang merupakan milik perseorangan.
Rumah kontrakan , rumah indekost dan rusunawa sebagai
alternatif lain dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal di perkotaan memiliki
beberapa keunggulan. Dari sisi harga sewa dan sistem sewa (harian,bulanan atau
tahunan) dapat dibuat banyak variasi yang relatif terjangkau oleh golongan MBR
maupun MBS (masyarakat berpenghasilan sedang), karena komponen terbesar dari
harga sewa yaitu kepemilikan lahan dapat ditekan seminimal mungkin. Hal ini
sangat mungkin dilakukan karena status kepemilikan lahan tidak berpindah tangan
sehingga fluktuasi harga lahan dapat dikendalikan. Disamping itu biaya untuk
kelengkapan prasarana dan sarana utilitas lingkungan relatif kecil karena
kebutuhan fasilitas ini sebagian besar dapat dipenuhi oleh fasilitas kota yang
telah ada sebelumnya.
Keunggulan lain yaitu keberlanjutan pemeliharaan bangunan
dapat terjamin karena telah diprediksikan sejak awal dan diperhitungkan kedalam
harga sewa.
Disamping keunggulan diatas rusunawa juga memiliki beberapa
kelemahan. Yang pertama adalah belum adanya kepastian regulasi atas fluktuasi
harga sewa. Para penyewa seringkali harus mengalah atas kenaikan harga sewa yang
dilakukan semena-mena oleh pemilik bangunan terutama milik perseorangan. Hal
ini dapat terjadi karena masih langkanya supply rumah sewa di perkotaan. Karena
itu diperlukan upaya yang sungguh sungguh dari berbagai pihak (pemerintah dan
masyarakat) untuk dapat menggeser secara bertahap atau merubah paradigma
bertempat tinggal dari landed houses menjadi rumah susun sewa.
No comments:
Post a Comment