Thursday, February 12, 2015

Ilmu Ekologi Dalam Perancangan Arsitektur

Ilmu Ekologi Dalam Perancangan Arsitektur

ARSITEKTUR EKOLOGI (ECO-ARCHITECTURE)
PENGERTIAN EKOLOGI DAN EKO-ARSITEKTUR
Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Emst Haeckel, ahli dari ilmu hewan pada tahun 1869 sebagai ilmu interaksi dari segala jenis makhluk hidup dan lingkungan. Arti kata ekologi dalam bahasa yunani yaitu “oikos” adalah rumah tangga atau cara bertempat tinggal dan “logos” bersifat ilmu atau ilmiah. Ekologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya (Frick Heinz, Dasar-dasar Ekoarsitektur, 1998).
Prinsip-prinsip ekologi sering berpengruh terhadap arsitektur (Batel Dinur, Interweaving Architecture and Ecology – A theoritical Perspective). Adapun prinsip-prinsip ekologi tersebut antara lain :
a. Flutuation
Prinsip fluktuasi menyatakan bahwa bangunan didisain dan dirasakan sebagai tempat membedakan budaya dan hubungan proses alami. Bangunan seharusnya mencerminkan hubungan proses alami yang terjadi di lokasi dan lebih dari pada itu membiarkan suatu proses dianggap sebagai proses dan bukan sebagai penyajian dari proses, lebihnya lagi akan berhasil dalam menghubungkan orang-orang dengan kenyataan pada lokasi tersebut.

b. Stratification
Prinsip stratifikasi menyatakan bahwa organisasi bangunan seharusnya muncul keluar dari interaksi perbedaan bagian-bagian dan tingkat-tingkat. Semacam organisasi yang membiarkan kompleksitas untuk diatur secara terpadu.

c. Interdependence (saling ketergantungan)
Menyatakan bahwa hubungan antara bangunan dengan bagiannya adalah hubungan timbal balik. Peninjau (perancang dan pemakai) seperti halnya lokasi tidak dapat dipisahkan dari bagian bangunan, saling ketergantungan antara bangunan dan bagian-bagiannya berkelanjutan sepanjang umur bangunan.

Eko arsitektur menonjolkan arsitektur yang berkualitas tinggi meskipun kualitas di bidang arsitektur sulit diukur dan ditentukan, takada garis batas yang jelas antara arsitektur yang bermutu tinggi dan arsitektur yang biasa saja. Fenomena yang ada adalah kualitas arsitektur yang hanya memperhatikan bentuk dan konstruksi gedung dan cenderung kurang memperhatikan kualitas hidup dan keinginan pemakainya, padahal mereka adalah tokoh utama yang jelas.
 Dalam pandangan eko-arsitektur gedung dianggap sebagai makhluk atau organik, berarti bahwa bidang batasan antara bagian luar dan dalam gedung tersebut, yaitu dinding, lantai, dan atap dapat dimengerti sebagai kulit ketiga manusia (kulit manusia sendiri dan pakaian sebagai kulit pertama dan ke dua). Dan harus melakukan fungsi pokok yaitu bernapas, menguap, menyerap, melindungi, menyekat, dan mengatur (udara, kelembaban, kepanasan, kebisingan, kecelakaan, dan sebagainya). Oleh karena itu sangat penting untuk mengatur sistem hubungan yang dinamis antara bagian dalam dan luar gedung. Dan eko-arsitektur senantiasa menuntut agar arsitek (perencana) dan penguna gedung berada dalam satu landasan yang jelas. 
Pada perkembangannya ekoarsitektur disebut juga dengan istilah greenarchitecture (arsitektur hijau) mengingat subyek arsitektur dan konteks lingkungannya bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari hasil arsitektur dan lingkungannya. Dalam perspektif lebih luas, lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan global alami yang meliputi unsur bumi, udara, air, dan energi yang perlu dilestarikan. Ekoarsitektur atau arsitektur hijau ini dapat disebut juga sebagai arsitektur hemat energi yaitu salah satu tipologi arsitektur yang ber-orientasi pada konservasi lingkungan global alami.
DASAR-DASAR EKO-ARSITEKTUR
Dalam eko-arsitektur terdapat dasar-dasar pemikiran yang perlu diketahui, antara lain :
1. Holistik
Dasar eko-arsitektur yang berhubungan dengan sistem keseluruhan, sebagai satu kesatuan yang lebih penting dari pada sekedar kumpulan bagian.

2. Memanfaatkan pengalaman manusia
Hal ini merupakan tradisi dalam membangun dan merupakan pengalaman lingkungan alam terhadap manusia.

3. Pembangunan sebagai proses dan bukan sebagai kenyataan tertentu yang statis.

 4. Kerja sama antara manusia dengan alam sekitarnya demi keselamatan kedua belah pihak.

Dengan mengetahui dasar-dasar eko-arsitektur di atas jelas sekali bahwa dalam perencanaan maupun pelaksanaan, eko-arsitektur tidak dapat disamakan dengan arsitektur masa kini. Perencanaan eko-arsitektur merupakan proses dengan titik permulaan lebih awal. Dan jika kita merancang tanpa ada perhatian terhadap ekologi maka sama halnya dengan bunuh diri mengingat besarnya dampak yang terjadi akibat adanya klimaks secara ekologi itu sendiri. Adapun pola perencanaan eko-arsitektur yang berorientasi pada alam secara holistik adalah sebagai berikut :
a. Penyesuaian pada lingkungan alam setempat.
b. Menghemat energi alam yang tidak dapat diperbaharui dan mengirit penggunaan energi.
a. Memelihara sumber lingkungan (air, tanah, udara).
b. Memelihara dan memperbaiki peredaran alam dengan penggunaan material yang masih dapat digunakan di masa depan.
c. Mengurangi ketergantungan pada pusat sistem energi (listrik, air) dan limbah (air limbah, sampah).

d. Penghuni ikut secara aktif dalam perencanaan pembangunan dan pemeliharaan perumahan.
e. Kedekatan dan kemudahan akses dari dan ke bangunan.
f. Kemungkinan penghuni menghasilkan sendiri kebutuhan sehari-harinya.


g. Menggunakan teknologi sederhana (intermediate technology), teknologi alternatif atau teknologi lunak.
UNSUR-UNSUR POKOK EKO-ARSITEKTUR
 Unsur-unsur alam yang dijadikan pedoman oleh masyrakat tradisional antara lain udara, air, api, tanah (bumi), merupakan unsur-unsur pokok yang sangat erat dengan kehidupan manusia di bumi. Dalam kehidupan masyarakat modern pun juga harus tetap memperhatikan unsur-unsur tersebut karena sedikit saja penyalahgunaan unsur alam tersebut besar akibatnya terhadap keseimbangan ekologis. Adapun unsur-unsur pokok eko-arsitektur dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Prinsip-prinsip Ekologi
Prinsip ke-1
Semua energi yang memasuki sebuah organisma (hidup), populasi atau ekosistem, dapat dianggap sebagai energi yang tersimpan atau terlepaskan. Energi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain, tetapi tidak dapat hilang, dihancurkan atau diciptakan.
Prinsip ke-2
Tak ada sistem pengubahan energi yang betul betul cermat.
Prinsip ke-3
Materi, Energi, Ruang, Waktu, dan Keaneka-ragaman adalah kategori sumber alam.
Prinsip ke-4
Untuk semua kategori sumber alam, kalau pengadaan sumber itu sudah cukup tinggi, pengaruh unit kenaikannya sering menurun dengan penambahan sumber alam itu sampai ke suatu tingkat maksimum. Melampaui batas maksimum ini, takkan ada pengaruh yang menguntungkan lagi. Untuk semua kategori sumber alam (Kecuali Keaneka-ragaman dan Waktu) kenaikan pengadaan sumber alam yang melampaui batas maksimum, bahkan akan mempunyai pengaruh yang merusak karena kesan peracunan. Ini adalah prinsip penjenuhan. Untuk banyak fenomena sering berlaku kemungkinan penghancuran yang disebabkan oleh pengadaan sumber alam yang sudah mendekati batas maksimum.
Prinsip ke-5
Ada dua jenis sumber alam dasar, yaitu sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya dan ada pula sumber alam yang tidak mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut.
Prinsip ke-6
Individu dan spesies yang mempunyai lebih banyak keturunan daripada saingannya, cenderung berhasil mengalahkan saingannya itu.
Prinsip ke-7
Kemantapan keanekaragaman suatu komunitas lebih tinggi di alam lingkungan yang mudah diramal.
Prinsip ke-8
Bahwa sebuah habitat (Lingkungan hidup) itu dapat jenuh atau tidak oleh keanekaragaman takson. Hal itu bergantung pada bagaimana niche dalam lingkungan hidup itu dapat memisahkan takson tersebut.
Prinsip ke-9
Keaneka-ragaman komunitas apa saja sebanding dengan biomasa dibagi produktivitasnya.
Prinsip ke-10
Perbandingan (rasio) antara biomasa dengan produktivitas (B/P) naik dalam perjalanan waktu pada lingkungan yang stabil hingga mencapai sebuah asimtot.
Prinsip ke-11
Sistem yang sudah mantap (dewasa) mengeksploitasi sistem yang belum mantap (belum dewasa).
Prinsip ke-12
Kesempurnaan adaptasi suatu sifat atau tabiat bergantung kepada kepentingan relatifnya dalam keadaan suatu lingkungan.
Prinsip ke-13
Lingkungan yang secara fisik stabil memungkinkan berlakunya penimbunan keanekaragaman biologi dalam ekosistem yang mantap (dewasa), yang kemudian dapat menggalakkan kestabilan kepada populasi.
Prinsip ke-14
Derajat pola keteraturan naik turun populasi bergantung kepada jumlah keturunan dalam sejarah populasi sebelumnya yang nanti akan mempengaruhi populasi itu.
Prinsip Ilmu Ekologi Dalam Perancangan Arsitektur
Berikut prinsip-prinsip ekologi yang berpengruh terhadap arsitektur (Batel Dinur, Interweaving Architecture and Ecology – A theoritical Perspective). Adapun prinsip-prinsip ekologi tersebut antara lain :
a. Flutuation
Prinsip fluktuasi menyatakan bahwa bangunan didisain dan dirasakan sebagai tempat membedakan budaya dan hubungan proses alami. Bangunan seharusnya mencerminkan hubungan proses alami yang terjadi di lokasi dan lebih dari pada itu membiarkan suatu proses dianggap sebagai proses dan bukan sebagai penyajian dari proses, lebihnya lagi akan berhasil dalam menghubungkan orang-orang dengan kenyataan pada lokasi tersebut.
b. Stratification
Prinsip stratifikasi menyatakan bahwa organisasi bangunan seharusnya muncul keluar dari interaksi perbedaan bagian-bagian dan tingkat-tingkat. Semacam organisasi yang membiarkan kompleksitas untuk diatur secara terpadu.
c. Interdependence (saling ketergantungan)
Menyatakan bahwa hubungan antara bangunan dengan bagiannya adalah hubungan timbal balik. Peninjau (perancang dan pemakai) seperti halnya lokasi tidak dapat dipisahkan dari bagian bangunan, saling ketergantungan antara bangunan dan bagian-bagiannya berkelanjutan sepanjang umur bangunan.
Eko arsitektur menonjolkan arsitektur yang berkualitas tinggi meskipun kualitas di bidang arsitektur sulit diukur dan ditentukan, takada garis batas yang jelas antara arsitektur yang bermutu tinggi dan arsitektur yang biasa saja. Fenomena yang ada adalah kualitas arsitektur yang hanya memperhatikan bentuk dan konstruksi gedung dan cenderung kurang memperhatikan kualitas hidup dan keinginan pemakainya, padahal mereka adalah tokoh utama yang jelas.
Pada perkembangannya ekoarsitektur disebut juga dengan istilah greenarchitecture (arsitektur hijau) mengingat subyek arsitektur dan konteks lingkungannya bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari hasil arsitektur dan lingkungannya. Dalam perspektif lebih luas, lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan global alami yang meliputi unsur bumi, udara, air, dan energi yang perlu dilestarikan. Ekoarsitektur atau arsitektur hijau ini dapat disebut juga sebagai arsitektur hemat energi yaitu salah satu tipologi arsitektur yang ber-orientasi pada konservasi lingkungan global alami.
Pola Perencanaan Eko-Arsitektur selalu memnfaatkan alam sebagai berikut :
• Dinding, atap sebuah gedung sesuai dengan tugasnya, harus melidungi sinar panas, angin dan hujan.
• Intensitas energi baik yang terkandung dalam bahan bangunan yang digunakan saat pembangunan harus seminal mungkin.
• Bangunan sedapat mungkin diarahkan menurut orientasi Timur-Barat dengan bagian Utara-Selatan menerima cahaya alam tanpa kesilauan
• Dinding suatu bangunan harus dapat memberi perlindungan terhadap panas. Daya serap panas dan tebalnya dinding sesuai dengan kebutuhan iklim/ suhu ruang di dalamnya. Bangunan yang memperhatikan penyegaran udara secara alami bisa menghemat banyak energi.

“Green Building”, Bangunan Ramah Lingkungan Syaratkan Efisiensi

“Green Building”, Bangunan Ramah Lingkungan Syaratkan Efisiensi

Postingan kali ini, saya membahas mengenai artikulasi dan pemahaman mengenai apa itu Green Building, dan apa saja langkah-langkah yang harus diambil untuk mendukung konsep ramah lingkungan ini. Ini ada penjelasan yang saya dapat dari harian Kompas dan sumber lainnya, semoga bermanfaat.

Gedung Hijau
Konsep green building atau bangunan ramah lingkungan didorong menjadi tren dunia bagi pengembangan properti saat ini. Bangunan ramah lingkungan ini punya kontribusi menahan laju pemanasan global dengan membenahi iklim mikro.

“Poin terbesar dalam konsep ini adalah penghematan air dan energi serta penggunaan energi terbarukan,” kata Rana Yusuf Nasir dari Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia (IAFBI), sebagai salah satu pembicara dalam diskusi panel “Pemanasan Global-Apa yang Dapat Dilakukan Dunia Properti?”, Jumat (24/8) di Jakarta.

Menurut Rana, di Indonesia akses energi terbarukan masih lemah. Suplai energi listrik untuk properti hanya mengandalkan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang belum menggunakan sumber energi terbarukan.

Di Amerika Serikat, lanjut Rana, berbagai perusahaan penyuplai energi listrik dengan berbagai pilihan bahan bakar, termasuk bahan bakar terbarukan. Pengembang yang memilih energi listrik dari sumber terbarukan akan memperoleh poin terbesar dalam konsep green building.
1
(Konsep bagaimana bangunan yang ramah lingkungan itu yang sebenarnya)

Pembicara dalam diskusi panel tersebut di antaranya Yandi Andri Yatmo (Ikatan Arsitek Indonesia-Jakarta), Meiko Handoyo (Dewan Pimpinan Daerah Real Estat Indonesia-Jakarta), Simon Molenberg (Director Tourism, Real Estate and Construction Asia Region), dan Stephanus D Satriyo (Asosiasi Manajemen Properti Indonesia).

Di banyak negara, bagi Meiko, penerapan konsep green building terbukti menambah nilai jual. Namun, di Indonesia masih butuh proses edukasi panjang. Di Indonesia bahkan muncul kerancuan bahwa bangunan ramah lingkungan itu mahal, sulit, dan tidak feasible secara bisnis.

editt 
(Gedung EDITT, bangunan ramah lingkungan di Singapura yang cukup mahal biaya pembuatannya)

“Para pengelola gedung sebagai pengguna energi cukup besar kini memiliki tanggung jawab mengurangi pemanasan global dengan cara-cara menghemat energi, air, bahan bakar, dan sebagainya,” kata Satriyo. Kegiatan diskusi panel yang difasilitasi PT Colliers International Indonesia dan PT Cisco System Indonesia itu sekaligus untuk mengenalkan acuan green building melalui konsep Leadership in Energy and Environtmental Design (LEED).

Menurut Rana, penerapan konsep LEED pada hakikatnya sebagai upaya pemberian penghargaan atas karya properti ramah lingkungan atau yang memegang konsep green building. Konsep LEED memperkenalkan 85 poin penilaian yang memiliki peringkat tersertifikasi, silver, gold, dan platinum.

Efisiensi


1
(Salah satu contoh gerakan penghijauan, masih dirasa kurang efisien)

Menurut Rana, yang juga menjadi Ketua Himpunan Ahli Tata Udara dan Refrigerasi tersebut, penerapan LEED untuk pembangunan properti juga mensyaratkan secara mutlak beberapa hal, seperti efisiensi penggunaan air, penggunaan energi secara minimum, atau upaya perlindungan lapisan ozon.

Sementara itu, menurut Rana, pemilik atau pembangun properti di Indonesia hingga sekarang belum ada yang memiliki sertifikasi LEED. Beberapa negara, seperti India, China, Dubai, dan Vietnam, juga sudah cukup banyak menerapkan konsep LEED. Sertifikasi LEED pada awalnya dirumuskan Green Building Council Amerika Serikat.

1 
(Contoh bangunan ramah lingkungan lainnya)

Menurut Yandi, dunia pendidikan dan profesi arsitektur selama ini cenderung melihat arsitektur sebagai bangunan yang berdiri sendiri. “Kita perlu memperluas pengertian tentang arsitektur ini. Tolok ukur green building membuka kesempatan untuk menempatkan bangunan dalam jaringan yang lebih luas, terkait aspek-aspek iklim, sumber daya alam, sosial, dan budaya,” kata Yandi Andri Yatmo.

Menurut dia, “Pendidikan berperan penting dalam pemahaman tentang sustainability.” Isu utama menyangkut bangunan ramah lingkungan, kata Yandi, di antaranya adalah membangun hanya yang diperlukan dan tidak menggunakan lebih dari yang diperlukan, menganut prinsip keterkaitan, serta memandang profesi arsitek sebagai “pengurus bumi” (steward of the earth).

1
(Solar Dezhou, bangunan yang menggunakan energi matahari untuk sistem pencahayaannya)

Strategi desain yang dapat diterapkan antara lain, tambah Yandi, pemanfaatan material berkelanjutan, keterkaitan dengan ekologi lokal, keterkaitan antara transit dan tempat tinggal, rekreasi dan bekerja, serta efisiensi penggunaan air, penanganan limbah, dan mengedepankan kondisi lokal baik secara fisik maupun secara sosial.

Mengapa Penghijauan itu Penting?

Pertanyaan ini pastinya ada dibenak kita, kenapa penghijauan itu penting. Sebenarnya alasan itu sungguh banyak dan tak mungkin dijelaskan satu-persatu secara rinci. Namun, berhubung kita lagi membahas bangunan ramah lingkungan, akan saya jabarkan mengapa penghijaun itu penting bagi bangunan dan manusia didalamnya.

Ada beberapa alasan mengapa Bangunan Ramah Lingkungan sangat penting.
  1. Green Building menghemat energi. Hal ini dipengaruhi oleh desain bangunan, ventilasi udara, penggunaan solar panel.
  2.  Penggunaan air yang lebih hemat. Seluruh sistem yang menggunakan air, terutama pada toilet, didesain menghemat penggunaan air, seperti flush pada toilet, teknologi water sense pada dish washers, dan masih banyak lagi.
  3. Green Building menyehatkan untuk manusia. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kelembaban udara, ventilasi yang sangat memadai, dan filtrasi udara.
  4. Green Building mengurangi sampah / limbah yang ditimbulkan manusia. Hal ini dikarenakan, hampir seluruh bahan bangunan yang digunakan berasal dari daur ulang yang dimana ini memenuhi konsep penyelamatan lingkungan yang sangat sederhana, yaitu Reduce, Reuse, dan Recycle.
  5. Green Building berperan mengurangi emisi karbon. Dari poin-poin ke-4 diatas, semuanya berperan dalam mengurangi emisi karbon yang dibuang. Sebagai contoh, kaca pada kaseluruhan bangunan, dan  penggunaan solar panel, secara otomatis mengurangi tingkat penggunaan listrik yang dihasilkan pembangkit tenaga listrik yang membutuhkan begitu banyak bahan bakar, dan menghasilkan polusi udara.

Apa Itu Bangunan Ramah Lingkungan?


Konsep green building atau bangunan ramah lingkungan didorong menjadi gaya dunia bagi pengembangan properti saat ini, karena bangunan ramah lingkungan ini memiliki kontribusi dapat menahan laju pemanasan global dengan membenahi iklim mikro.
 

Fakta akibat pemanasan global menyebabkan terus berkembangnya produk industri dalam dunia arsitektur dan bahan bangunan saat ini. Green building adalah suatu praktek membuat struktur dan menggunakan proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang seefisien mungkin di seluruh siklus hidup suatu bangunan, dari saat mendesain, melakukan konstruksi, membangun, memelihara bangunan, melakukan renovasi dan dekonstruksi bangunan. Konsep green building sendiri menekankan peningkatan efisiensi dalam penggunaan air, energi, dan material bangunan.

Green building dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan dampak bangunan baru terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Sebagai contoh, memanfaatkan sinar matahari melalui teknik tenaga surya atau menggunakan tanaman dan pohon-pohon kecil sebagai atap bangunan sehingga terlihat hijau.

Desain green building akan memperhatikan banyaknya ruang terbuka untuk memaksimalkan sirkulasi udara dan cahaya alami, sedikit mungkin menggunakan penerangan lampu dan AC pada siang hari. Selain itu, akan diperhatikan juga bahwa bangunan tersebut hemat energi, membatasi lahan terbangun, sederhana, memiliki mutu yang baik, efisiensi material serta material yang digunakan ramah lingkungan. Rancangan umum saat ini adalah atap-atap bangunan dikembangkan menjadi taman atap yang memiliki nilai ekologis tinggi, yaiktu mengurangi suhu udara dan pencemaran serta menambah ruang hijau.
 

Penggunaan material bahan bangunan yang tepat juga berperan besar dalam menghasilkan bangunan berkualitas yang ramah lingkungan. Beberapa produsen bahan bangunan telah membuat produk dengan inovasi baru yang meminimalkan terjadinya kontaminasi lingkungan, mengurangi pemakaian sumber daya alam yang tak terbarukan, dan menghemat penggunaan energi secara keseluruhan.

Kesimpulannya adalah, konsep green building yang dikembangkan saat ini akan menjaga lingkungan tetap hijau, selaras, dan harmonis dengan mereka yang tinggal di dalamnya.


Pendekatan Umum Untuk Merancang Green Building


Salah satu pendekatan umum yang dapat digunakan untuk merancang green building adalah sebagai berikut:
 

Langkah pertama: “To Know Where You Are”
Langkah pertama adalah mengenali lokasi tempat Anda tinggal. Langkah ini mempertanyakan bagaimana kualitas lingkungan hidup di sekitar Anda dan bagaimana kemungkinan tingkat kualitas hidup yang akan dapat dicapai.
 

Langkah kedua: “Size Does Matter”
Berlawanan dengan pandangan umum bahwa semakin besar ruangan semakin baik bagi penggunanya, terutama pada bangunan rumah tinggal, pada pendekatan green building tidak selalu demikian. Ruangan yang lebih besar tidak lebih baik, karena makin kecil bangunan maka akan makin lebih baik kontrol aspek lingkungan terhadap bangunan tersebut.
 

Langkah ketiga: “Make Sure Yourself”
Langkah ketiga adalah menyadari dan meyakinkan diri kita sendiri bahwa kita memang ingin membangun bangunan yang ramah lingkungan. Kesadaran ini menjadi salah satu faktor penting karena akan membantu kita fokus pada usaha perancangan yang realistis, dalam artian melakukan penghematan energi dan perlindungan terhadap berbagai sumber alam yang akan dipakai.
 

Langkah keempat: “Learn The Alternative Way”
Langkah keempat lebih banyak bersifat teknis, yaitu mempelajari alternatif metode membangun dan menggunakan material yang tepat guna serta ramah lingkungan.


Semoga dengan penjabaran tadi, kita bisa lebih memahami apa tujuan dari penghijauan itu sebenarnya. seluruh data yang ada saya ambil dari beberapa sumber media yang cukup dipercaya.

sumber

Pengaruh Arsitektur Terhadap Lingkungan

Pengaruh Arsitektur Terhadap Lingkungan

Seorang arsitek, adalah seorang ahli di bidang ilmu arsitektur, ahli rancang bangun atau ahli lingkungan binaan.
Istilah arsitek seringkali diartikan secara sempit sebagai seorang perancang bangunan, adalah orang yang terlibat dalam perencanaan, merancang, dan mengawasi konstruksi bangunan, yang perannya untuk memandu keputusan yang mempengaruhi aspek bangunan tersebut dalam sisi astetika, budaya, atau masalah sosial. Definisi tersebut kuranglah tepat karena lingkup pekerjaan seorang arsitek sangat luas, mulai dari lingkup interior ruangan, lingkup bangunan, lingkup kompleks bangunan, sampai dengan lingkup kota dan regional. Karenanya, lebih tepat mendefinisikan arsitek sebagai seorang ahli di bidang ilmu arsitektur, ahli rancang bangun atau lingkungan binaan.
Arti lebih umum lagi, arsitek adalah sebuah perancang skema atau rencana.
"Arsitek" berasal dari Latin architectus, dan dari bahasa Yunani: architekton (master pembangun), arkhi (ketua) + tekton (pembangun, tukang kayu).
Dalam penerapan profesi, arsitek berperan sebagai pendamping, atau wakil dari pemberi tugas (pemilik bangunan). Arsitek harus mengawasi agar pelaksanaan di lapangan/proyek sesuai dengan bestek dan perjanjian yang telah dibuat. Dalam proyek yang besar, arsitek berperan sebagai direksi, dan memiliki hak untuk mengontrol pekerjaan yang dilakukan kontraktor. Bilamana terjadi penyimpangan di lapangan, arsitek berhak menghentikan, memerintahkan perbaikan atau membongkar bagian yang tidak memenuhi persyaratan yang disepakati.

Namun dalam penerapan pekerjaan arsitektur jarang yang memperhatikan dampak lingkungan binaan sekitar

pengaruh posotif pekerjaan arsitek terhadap lingkungan

  1. Memperhatikan hubungan antara ekologi dan arsitektur, yaitu hubungan antara massa bangunan dengan makhluk hidup yang ada disekitar lingkungannya, tak hanya manusia tetapi juga flora dan faunanya. Arsitektur sebagai sebuah benda yang dibuat oleh manusia harus mampu menunjang kehidupan dalam lingkugannya sehingga memberikan timbal balik yang menguntungkan untuk kedua pihak. Pendekatan ekologis dilakukan untuk menghemat dan mengurangi dampak  – dampak negatif yang ditimbulkan dari terciptanya sebuah massa bangunan, akan tetapi dengan memanfaatkan lingkungan sekitar. Contoh terapannya yaitu, munculnya trend green design.
  2. Memberikan dampak pada estetika bangunan
  3. Dapat memberikan pemecahan masalah pada tata letak bangunan atau kota.
  4. Memperhatikan kondisi lahan yang akan dibangun. Sebagai contoh bila bangunan akan didirikan pada lahan yang memiliki kemiringam, maka dengan pendekatan ekologis bisa dicarikan solusinya seperti memperkuat pondasi, atau menggabungkan unsur alam pada lingkungan dengan bangunan yang ada sehingga semakin estetis bangunan yang tercipta.
 contoh :
Taman ismail marzuki, Cikini, Jakarta Pusat.
banyaknya lingkungan hijau di site bangunan tersebut dan pembuatan taman pada atap sehingga membuat dampak positif untuk mengurangi dampak global warming.
  • Sebagai taman hijau kota.
  • Pembuatan the "Artificial Sungai" dibuat sepanjang sisi barat laut situs untuk membantu mengumpulkan air hujan untuk didaur ulang dan mengganti pagar sebagai batas ramah antara taman dan sekitarnya.


 

 pengaruh buruk dari pekerjaan arsitek yang tidak memperdulikan lingkunagan
  •  ambrolnya sisi utara jalan raya RE Martadinata sepanjang 103 meter.
 
ambrolnya jalan RE martadinata tersebut merupakan contoh dari ketidak pedulian arsitek terhadap lingkungan sekitarnya, daerah yang seharusnya menjadi tempat hijau (tempat penanaman pohon bakau) dijadikan jalan raya. yang mengjutkan lagi seharusnya di pinggir-pinggir jalanan ditanami pohin bakau agar tidak terjadi abrasi terhadap tanah tapi ini tidak ada, bagai mana tidak ambrol apabila begitu?



  •  Banjirnya kota JAKARTA
Banjirnya kota jakarta merupakan akibat dari sitem pembangunan-pembangunan di jakarta yang tidak memikirkan lingkungan, hal tersebut marupakan akibat dari lingkungan yang seharunya merupakan daerah hijau di jadikan menjadi gedung-gedung dan pemakaian plester penuh pada stiap permukaan tanah di kota jakarta sehingga tidak adanya tempat lagi untuk resapan air. 
seharusnya untuk jalan pejalan kaki tidak perlu menggunakan plester melainkan menggunakan bata konblok agar air dapat meresap ke tanah.

Negatif:











Positif:
 













sumber

Mendefinisikan Kembali Arsitektur Tropis di Indonesia

MENDEFINISIKAN KEMBALI ARSITEKTUR TROPIS DI INDONESIA
(Tri Harso Karyono)

Salah satu alasan mengapa manusia membuat bangunan adalah karena kondisi alam iklim tempat manusia berada tidak selalu baik menunjang aktivitas yang dilakukannya. Aktivitas manusia yang bervariasi memerlukan kondisi iklim sekitar tertentu yang bervariasi pula. Untuk melangsungkan aktivitas kantor, misalnya, diperlukan ruang dengan kondisi visual yang baik dengan intensitas cahaya yang cukup; kondisi termis yang mendukung dengan suhu udara pada rentang-nyaman tertentu; dan kondisi audial dengan intensitas gangguan bunyi rendah yang tidak mengganggu pengguna bangunan.
Karena cukup banyak aktivitas manusia yang tidak dapat diselenggarakan akibat ketidaksesuaian kondisi iklim luar, manusia membuat bangunan. Dengan bangunan, diharapkan iklim luar yang tidak menunjang aktivitas manusia dapat dimodifikasidiubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang lebih sesuai.
Usaha manusia untuk mengubah kondisi iklim luar yang tidak sesuai menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai seringkali tidak seluruhnya tercapai. Dalam banyak kasus, manusia di daerah tropis seringkali gagal menciptakan kondisi termis yang nyaman di dalam bangunan. Ketika berada di dalam bangunan, pengguna bangunan justru seringkali merasakan udara ruang yang panas, sehingga kerap mereka lebih memilih berada di luar bangunan.

Pada saat arsitek melakukan tindakan untuk menanggulangi persoalan iklim dalam bangunan yang dirancangnya, ia secara benar mengartikan bahwa bangunan adalah alat untuk memodifikasi iklim. Iklim luar yang tidak sesuai dengan tuntutan penyelenggaraan aktivitas manusia dicoba untuk diubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai. Para arsitek yang kebetulan hidup, belajar dan berprofesi di negara beriklim sub-tropis, secara sadar atau tidakatau karena aturan membangun setempatkerap melakukan tindakan yang benar. Karya arsitektur yang mereka rancang selalu didasari pertimbangan untuk memecahkan permasalahan iklim setempat yang bersuhu rendah. Bangunan dibuat dengan dinding rangkap yang tebal, dengan penambahan bahan isolasi panas di antara kedua lapisan dinding sehingga panas di dalam bangunan tidak mudah dirambatkan ke udara luar.
Meskipun mereka melakukan tindakan perancangan guna mengatasi iklim sub-tropis setempat, karya mereka tidak pernah disebut sebagai karya arsitektur sub-tropis, melainkan sebagai arsitektur Victorian, Georgian dan Tudor; sementara sebagian karya yang lain diklasifikasikan sebagai arsitektur modern (modern architecture), arsitektur pasca-modern (post-modern architecture), arsitektur modern baru (new modern architecture), arsitektur teknologi tinggi (high-tech architecture), dan arsitektur dekon
struksi (deconstruction architecture).

Di sini terlihat bahwa arsitektur yang dirancang guna mengatasi masalah iklim setempat tidak selalu diberi sebutan arsitektur iklim tersebut, karena pemecahan problematik iklim merupakan suatu tuntutan mendasar yang 'wajib' dipenuhi oleh suatu karya arsitektur di manapun dia dibangun. Sebutan tertentu pada suatu karya arsitektur hanya diberikan terhadap ciri tertentu karya tersebut yang kehadirannya 'tidak wajib', serta yang kemudian memberi warna atau corak pada arsitektur tersebut. Sebut saja arsitektur yang 'bersih' tanpa embel-embel dekorasi, yang bentuknya tercipta akibat fungsi (form follows function) disebut arsitektur modern. Arsitektur dengan penyelesaian estetika tertentuyang antara lain menyangkut bentuk, ritme dan aksentuasidiklasifikasikan (terutama oleh Charles Jencks) ke dalam berbagai nama, seperti halnya arsitektur pasca-modern, modern baru dan dekonstruksi. Semua karya arsitektur tersebut tidak pernah diberi julukan 'arsitektur sub-tropis' meskipun karya tersebut dirancang di daerah iklim sub-tropis guna mengantisipasi masalah iklim tersebut.

Kemudian mengapa muncul sebutan arsitektur tropis? Seolah-olah jenis arsitektur ini sepadan dengan julukan bagi arsitektur modern, modern baru dan dekonstruksi. Jenis yang disebut belakangan lebih mengarah pada pemecahan estetika seperti bentuk, ritme dan hirarki ruang. Sementara arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub-tropis, adalah karya arsitektur yang mencoba memecahkan problematik iklim setempat.
Bagaimana problematik iklim tropis tersebut dipecahkan secara desain atau rancangan arsitektur? Jawabannya dapat seribu satu macam. Seperti halnya yang terjadi pada arsitektur sub-tropis, arsitek dapat menjawab dengan warna pasca-modern, dekonstruksi ataupun High-Tech, sehingga pemahaman tentang arsitektur tropis yang selalu beratap lebar ataupun berteras menjadi tidak mutlak lagi. Yang penting apakah rancangan tersebut sanggup mengatasi problematik iklim tropishujan deras, terik radiasi matahari, suhu udara yang relatif tinggi, kelembapan yang tinggi (untuk tropis basah) ataupun kecepatan angin yang relatif rendahsehingga manusia yang semula tidak nyaman berada di alam terbuka, menjadi nyaman ketika berada di dalam bangunan tropis itu. Bangunan dengan atap lebar mungkin hanya mampu mencegah air hujan untuk tidak masuk bangunan, namun belum tentu mampu menurunkan suhu udara yang tinggi dalam bangunan tanpa disertai pemecahan rancangan lain yang tepat.

Dengan pemahaman semacam ini, kemungkinan bentuk arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub-tropis, menjadi sangat terbuka. Ia dapat bercorak atau berwarna apa saja sepanjang bangunan tersebut dapat mengubah kondisi iklim luar yang tidak nyaman, menjadi kondisi yang nyaman bagi manusia yang berada di dalam bangunan itu. Dengan pemahaman semacam ini pula, kriteria arsitektur tropis tidak perlu lagi hanya dilihat dari sekedar 'bentuk' atau estetika bangunan beserta elemen-elemennya, namun lebih kepada kualitas fisik ruang yang ada di dalamnya: suhu ruang rendah, kelembapan relatif tidak terlalu tinggi, pencahayaan alam cukup, pergerakan udara (angin) memadai, terhindar dari hujan, dan terhindar dari terik matahari. Penilaian terhadap baik atau buruknya sebuah karya arsitektur tropis harus diukur secara kuantitatif menurut kriteria-kriteria fluktuasi suhu ruang (dalam unit derajat Celcius); fluktuasi kelembapan (dalam unit persen); intensitas cahaya (dalam unit lux); aliran atau kecepatan udara (dalam unit meter per detik); adakah air hujan masuk bangunan; serta adakah terik matahari mengganggu penghuni dalam bangunan. Dalam bangunan yang dirancang menurut kriteria seperti ini, pengguna bangunan dapat merasakan kondisi yang lebih nyaman dibanding ketika mereka berada di alam luar.

Penulis menganggap bahwa definisi atau pemahaman tentang arsitektur tropis di Indonesia hingga saat ini cenderung keliru. Arsitektur tropis sering sekali dibicarakan, didiskusikan, diseminarkan dan diperdebatkan oleh mereka yang memiliki keahlian dalam bidang sejarah atau teori arsitektur. Arsitektur tropis seringkali dilihat dari konteks 'budaya'. Padahal kata 'tropis' tidak ada kaitannya dengan budaya atau kebudayaan, melainkan berkaitan dengan 'iklim'. Pembahasan arsitektur tropis harus didekati dari aspek iklim. Mereka yang mendalami persoalan iklim dalam arsitekturpersoalan yang cenderung dipelajari oleh disiplin ilmu sains bangunan (fisika bangunan)akan dapat memberikan jawaban yang lebih tepat dan terukur secara kuantitatif. Mereka yang dianggap ahli dalam bidang arsitektur tropisKoenigsberger, Givoni, Kukreja, Sodha, Lippsmeier dan Nick Bakermemiliki spesialisasi keilmuan yang berkaitan dengan sains bangunan, bukan ilmu sejarah atau teori arsitektur.

Kekeliruan pemahaman mengenai arsitektur tropis di Indonesia nampaknya dapat dipahami, karena pengertian arsitektur tropis sering dicampuradukkan dengan pengertian 'arsitektur tradisional' di Indonesia, yang memang secara menonjol selalu dipecahkan secara tropis. Pada masyarakat tradisional, iklim sebagai bagian dari alam begitu dihormati bahkan dikeramatkan, sehingga pertimbangan iklim amat menonjol pada karya arsitektur tersebut. Manusia Indonesia cenderung akan membayangkan bentuk-bentuk arsitektur tradisional Indonesia ketika mendengar istilah arsitektur tropis. Dengan bayangan iniyang sebetulnya tidak seluruhnya benarpembicaraan mengenai arsitektur tropis akan selalu diawali. Dari sini pula pemahaman mengenai arsitektur tropis lalu memiliki konteks dengan budaya, yakni kebudayaan tradisional Indonesia. Hanya mereka yang mendalami ilmu sejarah dan teori arsitektur yang mampu berbicara banyak mengenai budaya dalam kaitannya dengan arsitektur, sementara arsitektur tropis (basah) tidak hanya terdapat di Indonesia, akan tetapi di seluruh negara yang beriklim tropis (basah) dengan budaya yang berbeda-beda, sehingga pendekatan arsitektur tropis dari aspek budaya menjadi tidak relevan.

Dari uraian di atas, perlu ditekankan kembali bahwa pemecahan rancangan arsitektur tropis (basah) pada akhirnya sangatlah terbuka. Arsitektur tropis dapat berbentuk apa sajatidak harus serupa dengan bentuk-bentuk arsitektur tradisional yang banyak dijumpai di wilayah Indonesia, sepanjang rancangan bangunan tersebut mengarah pada pemecahan persoalan yang ditimbulkan oleh iklim tropis seperti terik matahari, suhu tinggi, hujan dan kelembapan tinggi.


sumber 

Antara Bangkok dan Jakarta

Antara Bangkok dan Jakarta, sama-sama mewarisi Kanal Kuno.

Beberapa waktu yang lalu, Ahok, Gubernur DKI Jakarta berencana akan belajar dari Kota London untuk pembangunan Kota Jakarta:
“Menurut Ahok, pemerintah kota London punya pengalaman yang banyak dalam membangun tata ruang kotanya, seperti pembangunan properti bawah tanah, gedung-gedung, transportasi massal, serta pengelolaan air limbah.”

Semoga dengan langkah Pemda DKI mencontoh pengalaman yang dimiliki Kota London, akan membawa Kota Jakarta menuju level Kota Dunia yang lebih nyaman, aman, dan tentram bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.

Sharing Artikel Arsitektur kali ini, masih mengetengahkan Kota Jakarta. Sebelumnya saya pernah sharing tentang Kota London dan Jakarta, sekarang kita ‘intip’ Kota Bangkok dengan warisan Kanal-kanal tuanya yang mempunyai kesamaan dengan Kota Jakarta.

Lain di London lain di Bangkok, London yang sudah terbukti berhasil mengatasi masalah Perumahan rakyat dan masalah transportasi kota, memang pantas menjadi bahan ‘pelajaran’ Kota Jakarta.

Ibukota Thailand, Bangkok, telah terbukti mampu memperbaiki infrastruktur jalan dan jaringan transportasi umum dalam satu dekade terakhir.

Artikel Arsitektur_Waterways

Bangkok juga akan memiliki jaringan transportasi air (waterway) yang terintegrasi dengan transportasi umum yang sudah existing.
“Kita dapat juga mengambil pelajaran dari Kota Bangkok yang secara letak georafis dekat dengan Indonesia dengan Iklim cuaca yang hampir sama persis.”

Konsep penggunaan kanal kuno sebagai infrastruktur transportasi air ini dicetuskan oleh DI Designs, perusahaan yang bergerak di bidang desain arsitektur, interior, lansekap, perkotaan, dan desain kreatif.

Artikel Arsitektur_Waterways 02

Pongporn Sudbanthad, Executive Architect Principle DI Designs menjelaskan, konsep transportasi air ini menawarkan jawaban atas kondisi lalu lintas padat terkenal di Bangkok, Thailand.

“The waterways still breathe life into the city and continue to play an important part in daily life. Every day you see commuters, saffron robed monks and school children speeding by on fast river taxis, overtaking the heavily laden rice barges making their sedate journey upriver.”

Pongporn Sudbanthad, Executive Architect Principle DI Designs menjelaskan:
“Proyek ini dibangun dengan menggunakan kanal-kanal kuno kota Bangkok yang dibangun di masa Raja Rama IV dan Rama V.”
Kanal-kanal yang sudah berusia lebih dari seratus tahun itu, digunakan sebagai jalur transportasi dan perdagangan. Istana dan kuil-kuil juga berada dekat dengan jalur kanal ini.
Dengan demikian, proyek ini juga akan meningkatkan sektor pariwisata Bangkok.

MOST POPULAR WATERWAY TOURS IN BANGKOK:

Jakarta pada masa Kolonial dahulu juga mempunyai Master Plan Kota mirip dengan Kota Amsterdam yang terkenal dengan sistem jalur kanal-kanalnya.

Artikel Arsitektur_Waterways 05

Namun perkembangannya Master Plan Kolonial tidak berkembang dan berhasil dikembangkan untuk Kota Jakarta. Namun di Bangkok, jalur Kanal Kuno bisa dihidupkan kembali menjadi sara transportasi air dan juga menjadi tujuan wisata. Konsep transportasi air ini menawarkan jawaban atas kondisi lalu lintas padat terkenal di Kota Bangkok.
Santi Sombatvichatorn, Project Architect DI Designs menjelaskan:

“Kanal-kanal ini dibangun sebagai jaringan transportasi air modern yang dapat digunakan sebagai pelengkap sistem Metropolitan Rapid Transit (MRT) yang ada.”
“Sebuah stasiun dan dermaga yang mentransfer penumpang dari kereta ke kapal dan dermaga akan dibangun sebagai prototipe, yang akan ditempatkan di sepanjang persimpangan jalur kanal dan stasiun kereta api.”

Artikel Arsitektur_Waterways 03

Sebenarnya, Jakarta sudah memulai langkah perencanaan Waterways beberapa tahun terakhir saat Sutiyoso mencanangkan Transportasi Air di jalur Banjir Kanal Jakarta.

Artikel Arsitektur_Waterways 04

Bahkan beberapa tahun belakangan ini, sudah ada Transportasi air di Jakarta Utara setelah  reklamasi waduk Pluit selesai.
Namun jangan salah menilai foto dibawah ini bukanlah Waterways Jakarta

Artikel Arsitektur_Waterways 06

Program Revitalisasi sungai dan alirannya diseluruh wilayah kota Jakarta sedang berjalan.
Mungkin butuh waktu lama bagi warga Jakarta untuk bisa memiliki sungai-sungai  yang layak dijadikan jalur Transportasi Air. Apalagi bila kesadaran warga kota akan kebersihan masih rendah.

Batavia, Ratu dari Timur

Batavia, Ratu dari Timur

Libur akhir pekan ini bagaimana kita coba ‘berpetualang’ sejenak  kembali ke masa Kolonial dahulu. Dimana kota Jakarta masih dikenal dengan sebutan BATAVIA.

Dikisahkan pada masa Kolonial, Batavia tersohor dengan sebutan ‘Ratu dari Timur’.   Batavia dengan jalan-jalannya yang memanjang merupakan daerah elite orang-orang Belanda.
Pada masa itu, sekitar sebelum tahun 1800 M, Batavia tertata dengan rapihnya gedung-gedung mewah yang merupakan bagian kota Batavia yang paling indah.

Artikel Arsitektur_batavia 05 
”Batavia terkenal dengan rumah-rumah di tepi parit dan kanal Tigergrach (kanal harimau), iklim tropis menjadikan  Batavia melebihi segala-galanya yang ada di Holland. Pagar tanaman rapi berupa pohon kenari di kiri kanan jalan dan Kanal-kanal.”

Penduduk Kota yang merupakan pusat pemerintahan VOC kala  itu, setiap harinya ramai disibukkan warga kota yang hilir-mudik ke kantor, pasar atau sekadar pelesiran keliling kota.

Nyonya-nyonya besar Kompeni, serta nyai-nyai Belanda, bergaun serba mewah dengan rok bertingkat-tingkat. Mereka keluar mencari angin di samping kanal dan terusan Batavia yang sangat indahnya. Para budak dan berjalan mengiringi Nyonya dan Noni Belanda. Memayungi wajahnya dari teriknya sengatan matahari.

Sementara, di bawah keteduhan pohon kenari yang berjejer rapi di sepanjang tepian kanal-kanal dan terusan, penduduk Batavia lalu lalang di tengah seribu satu kesibukan.

Thomas B Ataladjar dalam tulisannya di buku Toko Merah, berujar:
”Saat senja menjelang, rumah-rumah pemandian di sepanjang tepian dinding kanal dan terusan, dipenuhi wanita telanjang dada berendam di air, zonder kuatir buaya pemangsa pria iseng yang datang mengintip.”

???????????????????????????????

“Waktu itu, saat malam terang bulan, terutama malam Minggu, pemuda dan pemudi yang tengah kasmaran menyanyi sambil memetik gitar menjelajahi kanal-kanal dengan perahu.”

Wow… tentunya kita saat ini akan sulit membayangkan indahnya suasana Batavia kala itu. Andai mesin waktu itu ada :-D tentunya bisa ‘menjelajah’ Batavia dengan kemegahan gedung-gedung dengan Kotanya yang tertata Indah.

Artikel Arsitektur_batavia 03

Batavia tentunya tidak ada kemacetan, apalagi polusi. Pedagang asongan, jalur cepat dan manusia hidup tanpa dikejar waktu seperti sekarang. Yang ada hanya beberapa sado yang ditarik kuda yang memecahkan kesunyian jalan raya yang tidak diaspal dan diteduhi oleh pohon-pohon rindang yang berdiri kokoh tanpa khawatir akan tumbang seperti sering terjadi beberapa hari terakhir ini.

“Anda  berencana berwisata akhir pekan ini, tapi masih bingung memilih tujuan wisata?"
Wisata sejarah ke Kota Tua Jakarta bisa menjadi pilihan sekaligus wisata edukasi bagi kita dan keluarga. Dengan menikmati bangunan dan kawasan Kota tua peninggalan VOC yang kala itu dikenal dengan nama Batavia,  kita bisa menambah wawasan dan pengetahuan sejarah Kota dan kaitannya dengan perkembangan budaya saat ini.

Artikel Arsitektur_batavia 01

“Mungkin ada yang belum tahu kalau ada terowongan-terowongan kuno yang menghubungkan situs-situs penting peninggalan VOC saat membangun Batavia?”
Terowongan-terowongan Kuno Batavia yang masih misterius bisa menjadi tujuan wisata mancanegara bila dikemas dan ditata kembali.
Selamat berlibur akhir pekan!